Kamis, 08 Desember 2011

logika , filsafat sebagai pendidikan

Etika, Filsafat dan Logika Sebagai Pelajaran Sekolah

Semua murid, termasuk yang pernah menjadi murid, di Indonesia pasti
pernah mendapatkan pelajaran agama dan moral di sekolah. Dari zaman
saya menjadi murid hingga sekarang, Agama dan Moral menjadi dua
pelajaran yang tidak lekang dimakan jaman. Sebagai seorang pemeluk
agama, saya menganggap pelajaran agama dan moral di sekolah sebagai
pemborosan waktu, 2 jam pelajaran setiap pekan, dan pemborosan
anggaran, karena harus membeli buku pegangan, membuat kurikulum
khusus, dan mendidik tenaga pengajar khusus. Materi yang diberikan pun
juga lebih banyak berupa pengulangan dari ajaran-ajaran agama yang
sudah didapatkan murid-murid di tempat mereka beribadah--gereja,
mesjid, pura, dll. Selain itu, di rumah, anak-anak dan orang tua
mestinya terkadang melakukan diskusi informal tentang agama mereka.
Repotnya lagi, pelajaran agama yang diterima murid di sekolah belum
tentu sesuai dengan ajaran agama yang dianut sang murid. Di sini saya
tidak bicara tentang murid yang beragama Islam belajar di sekolah
Kristen melainkan murid Kristen Protestan yang belajar di sekolah
Kristen Katolik, murid Kristen Advent yang belajar di sekolah Kristen
Metodis, murid Kristen Episkopal yang belajar di sekolah Kristen
Baptis, dan lainnya. Itu semua baru murid Kristen belum murid muslim.
Islam sendiri memiliki banyak aliran. Ajaran Islam menurut NU belum
tentu sama dengan Muhamadiyah. Dan kita belum lagi bicara tentang
saudara kita penganut ajaran Buddha atau agama Hindu. Guru yang
mengajar agama Kristen di sekolah Katolik belum tentu bisa mengajarkan
nilai-nilai agama Kristen dengan baik apabila ada muridnya yang
penganut aliran Advent, yang mana punya pemahamannya sendiri.  Atas dasar itu semua, untuk apa lagi murid belajar agama di sekolah?
Apa tujuannya? Apakah manfaat yang dipetik, langsung atau tidak
langsung, dari pelajaran agama di sekolah? Lagipula, pelajaran agama
dan moral di sekolah tidak memberikan kontribusi nyata terhadap
perkembangan iman dan perilaku murid-murid di sekolah. Dan ini
diperburuk oleh keadaan dimana terjadinya kasus-kasus amoral, seperti
pelecehan seksual, yang bahkan beberapa dilakukan oleh guru mata
pelajaran tersebut. Sebagai pengganti kedua pelajaran tersebut, saya
usulkan agar pelajaran etika, filsafat dan logika diajarkan di sekolah
 Pelajaran etika baik untuk diajarkan dan dipelajari karena subyek itu
mengajarkan tentang tata perilaku dan tata hidup yang baik. Pelajaran
ini bisa membuat murid mawas diri terhadap norma-norma kehidupan yang
berlaku di masyarakat. Secara sederhana, etika sendiri sudah lama
masuk kurikulum sekolah dalam bentuk Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
(Penjaskes), Pendidikan Kewarga Negaraan (PKN), dan Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga (PKK). Lewat Penjaskes, murid belajar bagaimana
menjalani pola hidup yang sehat bagi jiwa dan raga: belajar tentang
makanan bergizi (empat sehat lima sempurna), belajar tentang m.enjaga
kebersihan, mengenali jenis-jenis penyakit serta pencegahannya,
berolah raga untuk membentuk badan yang lentur dan otot yang terawat.
Lewat PKN, murid belajar tentang cara menjalani nilai-nilai hidup baik
sebagai warga negara Indonesia (WNI) sebagaimana yang diatur oleh
Pancasila dan UUD 1945. Dari PKK (sudah almarhum), murid diajarkan
untuk mengetahui dan menerapkan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat seperti; sopan satun, tata busana, kebersihan, dan cara
memasak. PKK juga bisa mengasah kreatifitas mereka lewat kegiatan
prakarya seperti menciptakan karya seni dengan bubur kertas, membuat
karya seni kayu, atau memasak. Manfaat utama dari Etika adalah
membantu murid untuk menciptakan dan mengembangkan sendiri sebuat set
prinsip etika untuk bekal kehidupan di masa depan nanti. Misalnya,
seorang murid bisa membuat sebuah set norma kehidupan pribadi yang
akan diterapkan sebagai pedoman kehidupan pribadinya, dengan kata
lain, membuat dan mengembangkan sebuah prinsip idealisme yang akan
menjadi alat untuk mendewasakan dirinya. Atas dasar alasan-alasan di
atas, Etika menjadi pelajaran penting yang harus dimulai dari tingkat
SD hingga SMA.
 Filsafat adalah pengganti baik untuk pelajaran Agama karena dapat
mengugah kesadaran murid akan pemahaman tentang kehidupan seperti
kebenaran, keindahan, dan lainnya. Dalam pelajaran Filsafat, guru
memberikan kesempatan pada murid untuk mempertanyakan hal ihwal yang
berkaitan dengan kehidupan ini. Lewat pelajaran ini, guru mengundang
murid untuk menjejaki kembali proses berkembangnya ilmu pengetahuan
yang dimulai dari penciptaan mitos untuk memahami gejala alam raya,
penciptaan hukum logika, hingga pembuatan teori penciptaan alam
semesta, Big Bang Theory. Diharapkan, nantinya murid mendapatkan
pencerahan yang bisa membimbing mereka dalam mempelajari bidang ilmu
lainnya. Filsafat sendiri adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan
karena setiap subyek ilmu yang ada saat ini berinduk padanya.
Contohnya, ilmu taksonomi dikembangkan oleh Aristoteles dan ilmu
kedokteran oleh Hippocrates. Hukum-hukum Fisika dan teori Matematika
juga memiliki landasan filosofis seperti hukum Archimedes, teori
Gravitasi dan teori Pitagoras. Manfaat lainnya, filsafat bisa
mengembangkan pola pikir kritis murid terhadap hal-hal yang ada di
sekitar mereka sehingga mereka tidak akan menerima mentah-mentah
segala kebenaran yang disodorkan pada diri mereka. Ini akan berguna
sekali saat sang murid menjalani kehidupan selepas sekolah. Contohnya,
guru bisa mengundang murid untuk mengkaji makna dari hal yang benar
dan salah dalam hidup: apa yang disebut indah? mengapa suatu hal
disebut indah? siapa yang menganggap hal itu indah? apakah yang indah
dapat berubah menjadi jelek? apa yang menjadi dasar dari indah dan
jelek? Berbekal pendidikan ilmu filsafat, murid tidak akan mempelajari
suatu ilmu di permukaan saja tapi juga aktif mendalami makna yang
terkandung dalamnya. Karena itu, pelajaran ini baik untuk diberikan
dari tingkat SMP hingga SMA.
 Logika adalah usulan pelajaran khusus untuk SMA karena subyek ini
mengajarkan keteraturan dalam berpikir: mulai dari mengamati data,
membangun sebuah premis, hingga menarik kesimpulan. Logika juga
membantu siswa untuk mampu membedakan bukti dari kesimpulan. Dengan
demikian, murid tahu apakah kebenaran yang diberikan padanya sahih
atau belum. Bagusnya lagi, ilmu Logika akan menunjang pelajaran bahasa
sehingga bisa murid-murid lulusan SMA akan memiliki keteraturan dalam
menggunakan bahasa, baik lisan ataupun tulisan. Ada banyak cabang ilmu
logika dalam bidang akademis, tapi yang paling cocok untuk pelajar
tingkat SMA adalah Logika tingkat dasar seperti Logika kodratiah dan
ilmiah--klasik dan moderen, formal dan material serta induktif dan
deduktif. Sedangkan kajian tentang modus dan proposisi beserta
silogisme dan penyimpulan disimpan sebagai bahan pelajaran di tingkat
universitas, karena tingkat kesulitannya yang tinggi. Pelajaran Logika
tidak dipandang berat karena murid sejak tingkat SMP sudah mendapatkan
dasar lewat pelajaran filsafat. Logika akan menjadi pemoles bagi
kecakapan siswa SMU dalam menggunakan nalar mereka. Lewat pelajaran
Logika, siswa sudah memiliki bekal yang baik untuk menunjang kehidupan
mereka sesudah lulus SMA di masa depan.
 Dari semua argumentasi atas, terlihat jelas kekuatan dari pelajaran
Etika, Filsafat dan Logika bagi perkembangan kecerdasan dan kedewasaan
nalar siswa-siswa Indonesia di masa depan. Dan setelah melewati
praktek bertahun-tahun denga hasil yang kurang memuaskan, sudah
waktunya pelajaran moral dan agama dihentikan. Rumah adalah tempat
pertama dan utama bagi siswa sekolah dalam belajar moral. Sedangkan
pelajaran agama sebaiknya menjadi wilayah pribadi dari institusi agama
yang resmi diakui pemerintah. Biarlah gereja, kuil, vihara dan mesjid
yang memberikan pengajaran baik tentang agama yang dipeluk setiap
rakyat Indonesia. Guru-guru pelajaran moral dan agama bisa ditatar
kembali untuk bertugas sebagai guru pelajaran etika, filsafat, dan
logika. Sarjana-sarjana Filsafat di Indonesia yang menjadi
pengangguran pun akan mendapat keuntungan karena bekal pendidikan
kesarjanaan mereka dapat berguna untuk diterapkan dalam mengembangkan
diri murid-murid Indonesia di masa depan. Untuk semua itu, para remaja
Indonesia di masa depan akan menjadi generasi yang lebih kritis dan
memiliki kematangan intelektualitas yang baik sehingga mereka bisa
diharapkan tidak terjerumus dalam ideologi-ideologi sempit yang
sodorkan sepihak oleh pihak-pihak yang berpikiran kerdil.

Tidak ada komentar: